Kamis, 01 Desember 2011

Perubahan Sistem Status Mastarakat Jawa

Feodal, Kolonial, Kemerdekaan, Kekinian.

Dalam bukunya Wherdheim dijelaskan bahwa sistem status sosial selalu mengalami perubahan yaitu dari sistem Feodal, Kolonial, Kemerdekaan hingga Kekinian.
Diawali dengan sistem status Feodal dimana status sosial seseorang dibentuk berdasarkan keturunan, yaitu keturunan kerajaan yang memiliki ststua sosail yang tibggi, sedangkan rakyat dari golongan biasa memiliki sattus sosil yang berada pada strata yang ada di bawah.
Sisitem status soial pada masa feodal yang dianggap paling tinggi adalah keturunan kerajaan kemudian para bangsawan, priyai yang berasal dari lahir dan amtenar atau pegawai pemerintahan, kemudian status yang palig baw ah adalah wong cilik.
Sisitem sosial yang kedua adalah Kolonial pada masa penjajahan Belanda, bahawa status sosial terbentuk atau dibedakan berdasarkan Ras warna kulit. Dimana pada masa kolonial orang-orang yang berkulit putih dianggap berada diatas orang-orang yang berkulit hitam, atau dengan kata lain, orang kulit putih memiliki ststus sosial yang lebih tinggi dari orang kulit hitam. Pada masa kolonial, Pendidikan juga hanya bisa dinkmati oleh orang Belanda saja.
Dijelaskan oleh Berger bahwa Pada masa kolonial belanda juga menyebabkan eksploitasi secara besar-beasaran pada sumber daya alam yang ada di indonesia dengan menggunakan sistem paksa, hal tersebut membentuk mental oarng-orang Indonesisa khusuunya Jawa sebagi mental yang subsisten bukan kapitalis seperti orang-orang india yang pernah dijajah oleh Inggris.
Pada massa kemerdekaan, pendidikan di idonesia tidak lage hanya bisa dinikmati oleh orang-orang kulit putih saja tetapi pendidikan sudah merata untuk setiap orang. Hal tersebut membawa pengaruh pada sisitem perubahan status yaitu sistem perubahan status didasarkan pada tingkat pendidikan seseorang, maksutnya seseorang dianggap memiliki status sosial yang tinggi apabila orang tersebut juga memiliki gelar kepindikan yang tinggi. Oleh sebab itu gelar kebangsaawana dari kerajaan saat ini telah berubah menjadi gelar Akademik.
Hingga sampai saat ini pendidikan masih menjadi tolak ukur seseorang untuk menentukan status sosial seseorang. Terbukti para oranh tua saat ini rela bekerja keras bahkan mengorbankan seluruh harta benda mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya minimal sampai ke perguruan tinggi.


Hasil Pengamatan
Pengamatan ini dilakukan di daerah asal, yaitu di kecamatn paguyangan khususnya di desa Dawuhan kabupaten Brebes. Desa yang tergolong kecil karena tidak padat penduduk.
Di desa ini masyakat dominan bekerja sebagai petani, beberapa ada yang menjadi pedagang baik pedagang yang ada di rumah maupun di pasar dan sebagian lagi  sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Jika masyarakat desa saya harus dimasukan kedalam empat tahapan sistem perubahan status sosial, maka masyrakat ini termasuk kedalam masyarakat pada massa kemerdekaan dan masa kini yaitu status sosial seseorang dilihat berdasarkan tingkat pendidikannya.
Seseorang yang memiliki gelar akademik Strata satu (S1) pasti akan dihormati dan disegani oleh masyrakat  sekitar, apalgi bagi seseorang yang sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), mereka akan dianggap memiliki ststus sosial  yang lebih tinggi. Bahkan bukan hanya pada seseorang yang sudah memiliki gelar S1 dan menjadi Pegawai Negeri Sipil saja, melainkan pada orang-orang yang masih duduk dibangku perkuliahan juga dianggap memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja sebagai petani dan pedagang.
Meskipum masyrakat ini tergolong kedalam masyrakat pada masa kemrdekaan dan kekinian, akan tetapi peninggalan pada massa feodal dan kolonial masih ada yang berlaku hingga saat ini, misalnya pada saat feodal seorang amtenar atau pegaawai pemerintah memilki status yang tinggi. Hal tersebut juga masih berlaku pada masyarakat di desa saya. Pegawai kecamatan dan Pegawai Kelurahan masih sangat disegani dan dihoramati oleh masyarakat dan dianggap memiliki ststus yang tinggi juga.
Sedangkan pada massa kolonoal menyebabkan terbentuknya masyarakat jawa yang bersifat subsisten khususunya pada sektor pertanian. Kepribadian masyarakat jawa yang demikian tersebut juga masih nampak pada masyarakat di desa ini, sebagian besar masyarakat yang bekerja sebagai petani lebih bertujuan untuk sekeadar mencukupi kebutuhan mereaka sehari-hari saja tidak untuk memenuhi keperluan yang lain misalnya saja untuk keperluan pendidikan anak-anak mereka, itu sebabnya di desa saya masih banyak anak-anak yang hanya bersekolah paling tinggi hanya sampai tingkat Sekolah Menengan Pertama (SMP) saja, sedikit sekali yang menerusakan sampai tingkat Sekoloah Menengah Atas (SMA) apalagi sampai Perguruan Tinggi. Oleh sebab itu sesorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi daianggap memilikis status yang lebih tinggi dibandingkan mereka.
Sebenarnya  secara tingkat kesejahteraan tidak selalu orang yang memiliki Gelar Sarjana, akan memiliki taraf ekonomi yang paling tinggi, hal tersebut terbukti dari adanya seorang pedagang yang sukses tetapi dahulunya hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) di desa ini dan memiliki tingkat ekonomi yang tinggi, akan tetapi masyarakat sekitar tidak menganggap bahwa dai memiliki sataus yang lebih tinggi dari seorang sarjana dalam kasusu ini Guru mereka menggangap itu adalah rejeki atau anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada dia sehingga orang tersebut dianggap memiliki status atau strata sosial yang sama atau sepadan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar